KONTROVERSI MENGENAI IMUNISASI
Imunisasi pada anak selalu menjadi topik yang kontroversi.berikut ini artikel yang terbaru tentang Imunisasi bahwa imunisasi pada anak saat ini sebagian besar sudah tidak menggunakan hewam-hewan haram lagi. Namun sebenarnya jika kita masih ragu kita dapat menggunakan herbal untuk menjaga imunitas anak tanpa imunisasi yaitu berikan madu kepada anak. Berikut ini keterangan tentang imunisasi.
Diadakan di Titan Center, tak hanya ada talkshow tapi juga ada bazaar, ruang menyusui dan playground
yang mengakomodasi kebutuhan para ibu yang ingin mengikuti seminar tapi
anak-anaknya mau ikut. Narasumber yang diundang menjadi pembicara
adalah dr. Piprim B. Yanuarso, dokter spesialis anak yang juga Sekretaris 1 PP IDAI, dr. Henny Zainal, founder HZ Lactation Center, dan Dr. Drh. Hasyim, DEA dari badan LPOM MUI.
Talkshow dimulai dengan presentasi dari dr. Henny
Zainal yang berjudul Pemberdayan Diri Terhadap Vaksin (Informed Choice).
Henny Zainal mengawali presentasi dengan menceritakan asal mula ia
serius mengkaji tentang vaksin, yaitu sejak anaknya mengalami KIPI
(Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).
Henny mengaku, bahwa ia tidak menolak vaksin, tapi ia
mempertanyakan komposisi yang terkandung dalam sebuah vaksin.
Menurutnya, tak ada vaksin yang 100% aman, misalnya DPT yang bisa
mengakibatkan kerusakan syaraf. Ia juga memaparkan bahwa vaksin tidak
bisa mengklaim keberhasilan memusnahkan suatu penyakit, misalnya campak,
vaksin campak baru ditemukan tahun 1964, sementara itu jumlah kematian
akibat campak sudah jauh menurun sebelum itu.
Henny Zainal juga mengutip pernyataan seorang pediatric cardiology
dari India yang mengatakan bahwa vaksin bisa menghancurkan sistem imun.
Yaitu, vaksin langsung ke sistem imun lini 2, tidak ke lini 1 sehingga
1,5 jam setelah vaksin jika ibu menyusui maka vaksin mati. Menurut dr
Prof. Hegde di India, ada kemungkinan bahwa virus dan bakteri dalam
vaksin bermutasi.
Selain mengungkapkan hal tersebut, Henny yang merupakan penggiat ASI
juga percaya akan Imun Is Asi. Ia menunjukkan beberapa ayat-ayat kitab
suci Al Quran yang isinya mengenai keunggulan ASI.
Setelah Henny Zainal, giliran dr. Piprim yang bicara dengan
pesentasinya yang berjudul, “Benarkah Imunisasi Lumpuhkan Generasi?”
Sistem imun tubuh terbagi menjadi dua, yatu umum dan khusus untuk
penyakit tertentu. Sistem imun khusus ini dapat terbentuk jika kita
terkena penyakit secara alami atau lewat imunisasi. Berawal tahun
1700-an, masyarakat Turki sudah biasa inokulasi nanah dari cacar sapi
untuk mencegah cacar pada manusia (small pox). Kemudian Edward Jenner, ilmuwan Inggris yang mengembangkan tekhnik inokulasi tersebut dan membuat vaksin cacar.
Setelah imunisasi berkembang, penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksin, menurun. Nah, saat keberadaan penyakit ini
menurun,masyarakat lengah, “buat apa dilakukan imunisasi?”
Tahun 1982, kampanye antivaksin mulai marak. Masyarakat mulai tak percaya vaksin, sehingga terjadi outbreak
dan muncullah difteri, pertusis, dan lain-lain. Menurut dr. Piprim,
anggapan remeh ini timbul karena masyarakat sudah tak lagi menemui
penyakit-penyakit berat seperti pendahulunya.
Di Jawa Timur, 300-an orang meninggal karena kasus difteri,
korban adalah orang-orang yang tidak diimunisasi atau diimunisasi tapi
tidak lengkap. “Kalau imunisasi adalah konspirasi Yahudi, kenapa di
Amerika memberlakukan imunisasi? Dan kenapa masih ada gerakan antivaksin
disana?” ujar dr. Piprim di akhir presentasinya.
Presentasi terakhir adalah dari DR. Drh. Hashim, DEA dengan
judul Bayi, Nutrisi dan Imunisasi. Ia mengawali presentasinya dengan
mengatakan, “Saya tidak peduli apakah bapak atau ibu pro atau kontra
imunisasi, yang penting adalah kita ingin generasi yang sehat. Kita
harus mentaati apa yang Rasulullah SAW lakukan, namun ada celah untuk
ijtihad.”
Menurutnya, kolostrum dalam ASI memang mengandung antibodi,
tapi bukan antigen yang mampu menstimulasi produksi antibodi. Harus
dibantu dengan vaksin untuk penyakit tertentu. Kandungan bahan-bahan
kimia dalam vaksin dosisnya minimal, contoh kandungan merkuri dalam
vaksin, menurut FDA 0,4 microgram/ bw/ day, WHO 1,6 microgram/bw/week.
Malah lebih tinggi yang ada dalam kerang.
Masalah vaksin yang haram, ia menjelaskan pembuatannya.
Bakteri yang dibiakkan memang diambil dari orang yang sudah meninggal
karena penyakit tersebut. Hal ini karena bakterinya memang hidup di
jaringan manusia, jadi mau nggak mau media untuk membiakkannya juga
harus sama. Bakteri yang dibiakkan ini akan menghasilkan jutaan ‘anak
cucunya’. Nah, cucunya ini yang digunakan untuk membuat vaksin.
Sel vero dilepas dari mikrokarier menggunakan tripsin babi,
tapi lalu dinetralisasi, diultrafiltrasi, sudah tidak mengandung
tripsin. Peran tripsin di sini adalah untuk memercepat pembuatan vaksin.
Jadi, kalau mempermasalahkan HULU-nya, memang semua vaksin haram. Tapi
yang kita lihat justru HILIR-nya, jangan sampai masih tercampur dengan
bahan yang haram.
Apalagi saat ini sudah dikembangkan media pembiakan yang
berasal dari nabati sehingga bisa dipastikan kehalalannya. Sebagai
pribadi, Dr. Drh. Hashim, DEA mengatakan bahwa semua vaksin adalah
halal. “Hendaklah kita pandai di samping ahli ibadah. Vaksin adalah
ikhtiar, agar kita bisa melindungi anak-anak kita dari bencana,”
tambahnya.
Durasi presentasi ketiga narasumber ini memang terbilang
singkat dan terbatas. Tak heran jika Henny Zainal yang menurutnya sudah
menyediakan 35 halaman presentasi, hanya berkesempatan menjelaskan tak
lebih dari 10 halaman presentasinya. Tapi di sesi dua setelah break makan siang, peserta seminar diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada narasumber.
Salah satu yang menarik menurut saya adalah ketika salah satu peserta mengajukan pertanyaan pada dr. Piprim mengenai Thibbun Nabawi
atau pengobatan nabi. Pengobatan ini berdasarkan ilmu pengetahuan
asalkan berdasar pada dalil/hadis yang kuat serta sistem pengobatan yang
masuk akal. Semua yang ada dalilnya, dr. Piprim mengaku mempercayainya,
misal tahnik dan ASI yang mampu membunuh polio, hal ini jika ada
kolostrum, karena kolostrum akan menetralkan bakteri yang ada dalam
vaksin. Lebih jauh lagi, dr. Piprim menambahkan bahwa cara turun ilmu
ada 2, secara langsung dari nabi, dan lewat manusia yang
bersungguh-sungguh mencari ilmu. Karena tidak semua pengobatan diajarkan
nabi, misalnya operasi jantung terbuka.
O, ya, saya juga sempat mengajukan pertanyaan kepada dr.
Henny Zainal mengenai, sudah adakah riset atau penelitian mengenai
vaksin yang ditolaknya? Jawaban beliau adalah “Saya bukan menolak
imunisasi, tapi produknya. Cobalah membuat vaksin dari ASI karena ASI
punya kemampuan anti anti antibodi (imunobiologi).”
0 Response to " "
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungan anda
Mohon untuk berkomentar yang sopan, tidak mengandung kalimat yang berbau kekerasan atau kriminal
Dilarang menaruh Link Aktif di Komentar, disitu sudah tersedia Profil Name/Url silahkan dimanfaatkan