ANDROPAUSE

Bila perempuan bisa mengalami menopause yang berarti masa berhentinya menstruasi, hal serupa juga dialami kaum pria. Inilah yang biasa disebut andropause. Istilah andropause berasal dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti pria dan pause yang artinya penghentian. Jadi, andropause dapat diartikan sebagai berhentinya proses fisiologis pada pria. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia di mana terjadi penurunan kemampuan fisik, seksual dan psikologi. Sindrom Andropause merupakan sindrom penurunan kemampuan fisik, seksual, dan psikologi yang dihubungkan dengan berkurangnya hormon testosteron dalam darah, andropause terjadi pada pria diatas usia tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda dan keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita.
Berbeda dengan wanita yang mengalami menopause, dimana produksi ovum, produksi hormon estrogen dan siklus haid yang akan berhenti. Pada pria penurunan produksi spermatozoa, hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya terjadi secara perlahan dan bertahap. Walaupun istilah andropause secara biologik salah, tetapi istilah ini sudah populer sehingga sering digunakan.
Pada wanita menopause, produksi ovum, produksi hormon estrogen, dan siklus haid akan berhenti dengan cara relatif mendadak. Namun pada pria di atas umur tengah baya, penurunan produksi spermatozoa, hormon testosteron, dan hormon-hormon lainnya sedemikian perlahan. Perubahan hormon yang terjadi pada pria usia lanjut tersebut sangat bervariasi dari satu individu ke individu yang lain dan biasanya tidak sampai menyebabkan hipogonadisme yang berat. Andropause pada umumnya terjadi pada usia sekitar 40-60 tahun, tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kemunculan Andropause biasanya ditandai dengan gejala tertentu, bisa berupa:
1) Intonasi suara menjadi lebih tinggi,
2) Rambut menipis atau botak, kelebihan lemak terutama di bagian perut dan paha sehingga timbul rasa kurang percaya diri.
3) Derajat kesehatan juga cenderung menurun.
4) Beberapa keluhan fisik mulai kerap muncul seperti gangguan pencernaan, insomnia (susah tidur), rasa letih, pegal, dan lain-lain.
5) Kerap merasa gelisah, tegang, dan lekas marah secara tiba-tiba atau emosi tidak terkontrol, karena merasa tidak nyaman pada perubahan ini.
Gejala-gejala tersebut memang serba tidak mengenakkan. "Dan semua gejala ini tidak dapat diobati. Kita hanya bisa berupaya agar gejala-gejala itu tidak datang lebih awal, dan menekan risikonya agar lebih minim," kata dokter Karmini Sri Mastuti SpOG, spesialis kandungan dari RSAB Harapan Kita.
Untuk itu, Karmini memberi beberapa saran:
1) Pilih makanan yang kaya protein, terutama protein nabati (tumbuhan). Misalnya, protein dari kedelai. Ini bisa Anda peroleh dari tahu, tempe, atau susu kedelai. Sebaliknya, kurangi konsumsi lemak hewani karena mengandung asam lemak jenuh dan kalori yang tinggi.
2) Berolahragalah secara teratur dengan intensitas sedang selama kurang lebih 30 menit, dengan frekuensi 3-5 hari setiap minggu. Olahraga, menurut Karmini, dapat menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi obesitas (kegemukan), dan merehabilitasi osteoporosis (pengeroposan tulang).
3) Lakukan juga pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin.

fk.uns.ac.id, www.republika.co.id

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " "

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungan anda
Mohon untuk berkomentar yang sopan, tidak mengandung kalimat yang berbau kekerasan atau kriminal
Dilarang menaruh Link Aktif di Komentar, disitu sudah tersedia Profil Name/Url silahkan dimanfaatkan

Contact Form

Name

Email *

Message *